SK : Menganalisis
Perjuangan Indonesia Sejak Proklamasi
Hingga Lahirnya Orde Baru
KD :Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia
dalam mempertahankan kemerdekaan dari ancaman disintegrasi terutama bentuk
pergolakan dan pemberontakan ( PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi Azis, RMS,
PRRI/Permesta, G/30/S/1965
PERJUANGAN
MENGHADAPI PERGOLAKAN DALAM NEGERI
Peta
Konsep
Kabinet Ali Sastroamidjojo mengeluarkan
Undang Undang No. 1 tahun 1957 yang mengatur tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
daerah, dimana didalamnya diatur pembagian kekuasaan dan keuangan pusat dengan
daerah.
Pada tanggal 9 April 1957 Kabinet Karya
pimpinan Perdana Menteri Djuanda menggantikan Kabinet Ali Sastroadmijojo II.
Kabinet ini secara teoritis bersifat non partai, namun pada hakikatnya kabinet
ini merupakan koalisi antara PNI dan NU.
Pada bulan Mei 1957 dibentuklah Dewan Nasional yang
terdiri dari 41 wakil golongan fungsional [ pemuda, kaum petani, kaum buruh,
kaum wanita, para cendekiawan, pemuka agama, kelompok-kelompok daerah dan lain-lain]
di tambah beberapa anggota ex officio. Dewan Nasional ini langsung dipimpin
oleh Presiden Soekarno, sedangkan pelaksana harian adalah wakil ketuanya Ruslan
Abdulgani. Kalangan militer berusaha menjamin bahwa cara-cara baru yang
bersandar pada golongan golongan fungsional yang berafiliasi dengan
partai-partai. Kabinet menjalin hubngan dengan dewan dewan militer daerah
yang telah mengambil alih kekuasaan di daerah daerahnya, bahkan memberi mereka
beberapa dana dengan kedok pembangunan daerah.
Pada tanggal 10 – 14 September 1957 Kabinet
Djuanda mengadakan musyawarah nasional di Jakarta. Ada harapan bahwa musyawarah
nasional yang pertama ini akan membawa hasil tentang cara cara pemecahan riil
maslah perimbangan keuangan pusat dan daerah yang dirasakan selama itu tidak
adil. Para wakil dari dewan dewan daerah tampaknya bersedia bekerjasama, tetapi
setiap kali pertemuan selalu tidak mencapai tujuan (selalu menemui jaklan
buntu). Pada masa pemerintahan kabinet ini hubungan pemerintah pusat dengan
daerah semakin tidak harmonis. Hal ini terlihat dari mumculnya berbagai
pergolakan di berbagai daerah yang berhubungan dengan perimbangan perekonomian
pusat dengan daerah. Adanya konsepsi presiden tentang Konsep Ekonomi
Nasional menambah ketegangan di daerah. Perkembangan yang terjadi sangat
tidak menguntungkan pemerintah RI. Pertentangan antara pemerintah daerah dengan
pemerintah pusat yang berpokok pada masalah ekonomi dan perimbangan keuangan
Pusat dan daerah makin lama makin meningkat.
A. Peristiwa Madiun/PKI dan
cara yang dilakukan pemerintah dalam penanggulangannya dan konflik-konflik
internal lainnya
Perundingan Renville yang
sangat merugikan bangsa Indonesia, akhirnya membawa korban, yaitu dengan
dibubarkannya kabinet Amir Syarifudin dan digantikan oleh Kabinet Hatta.
Selanjutnya Amir Syarifudin merasa sakit hati dan membentuk Front DemokratikRakyat (FDR) pada tanggal 28 Juni 1948, dan memposisikan dirinya sebagai
oposisi dari pemerintah kabinet Hatta.
FDR pada kemudian hari akhirnya bergabung dengan Partai Komunis Indonesia
pimpinan Muso, Alimin, Semaun dan Darsono. Bersama PKI, FDR merencanakan suatu
perebutan kekuasaan. Sebelum melakukan perebutan kekuasaan gerakan ini berusaha
untuk melakukan agitasi-agitasi dengan cara merongrong, menyebarkan
berita-berita yang tidak benar tentang pemerintahan
kabinet Hatta. Mereka berusaha untuk mempengaruhi rakyat dan menimbulkan
kebencian kepada pemerintah.
Puncak dari gerakan PKI ini adalah tanggal 18 September 1948 dengan mengumumkan
berdirinya Negara Soviet Republik Indonesia di Madiun.
Menyertai gerakan ini, mereka mengadakan aksi-aksi kejam, dengan
mengadakan penculikan dan pembunuhan terhadap tokoh-tokoh pemerintah dan agama.
Salah satu tokoh pemerintah yang menjadi korban gerakan ini adalah Gubernur
Jawa Timur, R.M. Suryo R.M Soeryo
Gerakan ini
merupakan sebuah pengkhianatan dari dalam negeri, mengingat disaat yang sama
pemerintah dan bangsa Indonesia sedang menghadapi Agresi Militer Belanda dalam
rangka mempertahankan kemerdekaan.
Untuk menumpas
pemberontakan pemerintah melakukan
serangkaian operasi sebagai berikut :
1. Ketika kekacauan di Solo meningkat,
pemerintah mengangkat Kolonel Gatot Subroto menjadi Gubernur
Militer Surakarta dan sekitarnya (Semarang. Pati, Madiun)
2. Mengangkat Kolonel Soengkono sebagai
Gubernur Militer jawa Timur
3. Menyerahkan pimpinan operasi penumpasan
kepada Panglima Teritorium Jawa Kolonel A.H. Nasution (karena
panglima TNI / Panglima Besar Jenderal Sudirman sedang sakit)
Pada tanggal 30 September 1948 Madiun dapat
direbut dan diduduki kembali oleh pasukan Brigade Siliwangi pimpinan Mayor
Ahmad Wiranatakusumah dan Brigade Jawa Timur pimpinan Kolonel Soengkono. Dalam
operasi ini pimpinan PKI Madiun, Muso berhasil ditembak mati pada saat akan
melarikan diri ke Rusia, sedangkan pimpinan yang lain seperti, Semaun, Darsono,
Alimin, dan Amir Syarifudin berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati dalam
pengadilan / mahkamah militer.
Dampak dari pemberontakan PKI Madiun ini adalah :
- Korban
pemberontakan PKI dari kedua belah pihak sangat besar, termasuk rakyat yang
tidak mengerti soal politik.
- Kekuatan
bangsa Indonesia dalam perjuangan menghadapi Belanda menjadi lemah dan
dimanfaatkan Belanda untuk melancarkan agresi militernya yang kedua
- Keberhasilan
menumpas pemberontakan PKI Madiun menimbulkan simpati dari dunia barat,
terutama Amerika Serikat sehingga memperkuat posisi Indonesia dalam perjuangan
diplomasi melawan Belanda
Musso
B.
Peristiwa DI/TII dan Cara Yang Dilakukan Pemerintah Dalam Penanggulangannya
Gerakan pemberontakan ini
berawal dari gagasan / ide Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo untuk membentuk
sebuah negara Islam. Kartosuwiryo mendirikan Pondok Pesantren Sufah, di Malangbong
Jawa Barat. Di pondok inilah ia menggembeng pasukan Hizbullah dan sabillillah.
Ia pernah menjadi sekretaris partai Masyumi Jawa Barat, bahkan pernah
dicalonkan sebagai Menteri Muda Pertahanan. Namun jabatan ini tidak pernah
diembannya.
Pada saat terjadi Agresi Militer Belanda I,
ia dan pasukannya melancarkan perang suci melawan Belanda. Puncak dari
peristiwa yang meletuskan pemberontakan Kartosuwiryo adalah hasil perundingan
Renville yang mengakibatkan seluruh pasukan TNI harus melakukan hijrah ke dalam
wilayyah RI di Yogyakarta. Pasukan Divisi pimpinan Kartosuwiryo ( bagian dari
Divisi Siliwangi Jawa Barat ), menyatakan tidak bersedia hijrah.
Kantong-kantong TNI yang ditinggal hijrah diisi oleh pasukan Kartosuwiryo, dan
meneruskan gerilya melawan Belanda di Jawa Barat.
Pada bulan Pebruari 1948,
Kartosuwiryo mengubah gerakan suci melawan Belanda menjadi sebuah gerakan
politik, dengan menobatkan diri sebagai Imam Negara Islam Indonesia, dan
menamakan pasukannya dengan nama Tentara Islam Indonesia (TII).
Kontak senjata pertama
terjadi dengan pasukan TNI dari Divisi Siliwangi yang baru kembali dari
Yogyakarta tanggal 25 Januari 1949. Sejak saat itu terjadi perang segi tiga
antara pasukan DI/TII – TNI – Belanda.
Tindakan pemerintah dalam menumpas gerakan DI/TII :
1.
Pendekatan oleh pimpinan Partai Masyumi :
Moh. Natsir melalui surat tidak berhasil,
bahkan Kartosuwiryo secara resmi membalas
surat itu dengan memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia pada
tanggal 7 Agustus 1949
2. Bulan
September 1949 untuk kedua kali Moh. Natsir membujuk Kartosuwiryo untuk
menghentikan pemberontakan dan kembali ke pangkuan RI, tetapi gagal. Bahkan
sejak saat itu rakyat Jawa Barat mulai mengalami teror dari gerombolan DI/TII
yang sering melakukan pembunuhan, merampas harta benda rakyat untuk memenuhi
kebutuhan logistik pasukan / gerombolan ini.
3. Setelah
tindakan persuasif tidak berhasil mengembalikan Kartosuwiryo ke pangkuan ibu
pertiwi, pemerintah bertindak tegas dengan menggelarOperasi Pagar Betis.
Operasi yang dilaksanakan dengan bantuan rakyat Jawa barat ini bertujuan untuk
mempersempit ruang gerak gerombolan. Sehingga semakin hari semakin banyak para
pengikut Kartosuwiryo yang menyerahkan diri dan kembali ke tengah- tengah
masyrakat. Gerombolan
DI/TII terdesak di Gunung Geber, Tasikmalaya.
4. Akhirnya
tanggal 4 Juni 1962, Kartosuwiryo beserta keluarga dan pengikutnya dapat
ditangkap hidup-hidup dalam sebuah operasi yang diberi nama sandi OperasiBaratayudha. Dan pada tanggal 16 Agustus Kartosuwiryo dijatuhi hukuman
mati.
Gambar : Kartosuwitertangkap hidup-hidup di Gunung Geber, TasikmalayaSumber : 30 Tahun Indonesia Merdeka |
Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia,
ternyata mendapat simpati dari berbagai daerah di Indonesia, seperti :
a. Jawa
Tengah
Gerakan ini diproklamasikan di Desa Pengarasan, kabupaten Tegal pada tanggal 23
Agustus 1949, dan menyatakan diri bergabung dengan Negara Islam Indonesia
pimpinan Kartosuwiryo. Gerakan ini dipimpin oleh Amir Fatah, bekas anggota TNI
dari kesatuan Hizbullah.
Gerakan dapat ditumpas melalui Operasi Banteng Negara
pimpinan Kolonel Sarbini, Letkol Bachrum dan Letkol Ahmad Yani, pada tahun
1950.
b. Kebumen
Gerakan ini dipimpin oleh Mohammad Mahfud
Abdulrahman atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kyai Sumolangu. Seperti Amir
Fatah, gerakan ini juga menyatakan sebagai bagian dari NII Kartosuwirtyo.
Gerombolan ini dapat ditumpas pada tahun 1954 melalui sebuah operasi militer
yang diberi nama Operasi Guntur.
c. Kalimantan Selatan
Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan dipimpin oleh
bekas Letnan Dua TNI yang bernama Ibnu hajar. Ia menamakan pasukannya sebagai
Kesatuan Rakyat yang Tertindas [KRYT].
Semula pemerintah bertindak persuasif terhadap gerakan
ini, karena Ibnu Hajar bersedia kembali bergabung dengan APRIS. Namun tindakan
ini ternyata hanya muslihat Ibnu Hajar supaya pasukannya semakin kuat dana
kembali melakukan pemberontakan. Akhirnya pemerintah bertindak tegas dengan
menumpas habis gerakan ini pada tahun 1959.
d. Sulawesi
Selatan
Kahar Muzakar memulai gerakannya pada tahun 1951 dan
menamakan gerakannya dengan Komando Gerakan Gerilya Sulawesi Selatan. Ia
menuntut supaya pasukannya dimasukkan ke dalam APRIS dengana nama brigade
Hasanudin.Namun tuntutan ini ditolak pemerintah, tetapi pemerintah memberikan
wadah bagi pasukan kahar Muzakar dengan nama Korps Cadangan Nasional.
Awalnya Kahar Muzakar menerima tawaran pemerintah ini.
Pada saat pasukan ini akan dilantik, Kahar Muzakar dan kelompoknya melarikan
diri ke hutan dengan membawa seluruh peralatan militer yanag akan digunakan
untuk pelantikan. Penipuan Kahar Muzakar ini dibalas pemerintah dengan
melakukan operasi besar besaran dari Divisi Diponegoro. Pada bulan Pebruari
1965 Kahar Muzakar tertembak mati.
e. Aceh
Kekecewaan Tengku Daud Beureuh kepada pemerintah, karena
hilangnya kedudukan militer dan turunnya status Aceh dari sebuah dari istimewa
menjadi karesidenan, menyebabkan Daud Beureuh menyatakan diri bergabung dengan
Negara Islam Indonesia ( 21 September 1953 )
Pemerintah berusaha mengatasi pemberontakan ini dengan
mendatangkan pasukan dari Sumatera Utara dan tengah. Karena terus terdesak
pasukan Daud Beureuh melakukan pemberontakan dari hutan-hutan, di pegunungan
Bukit Barisan.
Selain tindakan represif, pemerintah juga melakukan
tindakan persuasif dengan mengadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aaceh, atas
prakarsa Kolonel M. Yasin (Panglima Kodam I Iskandar Muda). Musyawarah ini
membawa hasil yang sangat positif, karena Daud Beureuh akhirnya bersedia
kembali ke tengah tengah masyarakat Aceh dan menerima Amnesti dari pemerintah.
D. Pemberontakan Andi Azis
Pemberontakan Andi Azis di Makasar
Adapun faktor yang menyebabkan pemberontakan adalah :
1. Menuntut agar pasukan bekas KNIL saja yang bertanggung
jawab atas keamanan di Negara Indonesia Timur.
2.Menentang masuknya pasukan APRIS dari TNI
3. Mempertahankan tetap berdirinya Negara Indonesia Timur
Karena tindakan Andi Azis tersebut
maka pemerintah pusat bertindak tegas. Pada tanggal 8 April 1950 dikeluarkan
ultimatum bahwa dalam waktu 4 x 24 jam Andi Azis harus melaporkan diri ke
Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, pasukannya harus
dikonsinyasi, senjata-senjata dikembalikan, dan semua tawanan harus dilepaskan.
Kedatangan pasukan pimpinan Worang kemudian disusul oleh pasukan ekspedisi yang
dipimpin oleh Kolonel A.E Kawilarang pada tanggal 26 April 1950 dengan kekuatan
dua brigade dan satu batalion di antaranya adalah Brigade Mataram yang dipimpin
oleh Letnan Kolonel Suharto. Kapten Andi Azis dihadapkan ke Pengadilan Militer
di Yogyakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan dijatuhi hukuman 15
tahun penjara
E. RMS
Pemberontakan
ini terjadi di Ambon pada tanggal 25 April 1950 yang dilakukan oleh orang-orang
Indonesia bekas anggota KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger) yang pro Belanda.
Pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan) dipimpin oleh Dr. Soumokil, bekas
Jaksa Agung Negara Indonesia Timur.
Untuk menumpas pemberontakan RMS, pemerintah semula mencoba menyelesaikan secara damai dengan mengirimkan suatu misi yang dipimpin oleh Dr. Leimena. Akan tetapi upaya ini tidak berhasil. Oleh karena itu pemerintah segera mengirimkan pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel AE. Kawilarang. Pada tanggal 25 September 1950 seluruh Ambon dan sekitarnya dapat dikuasai oleh pasukan pemerintah. Dalam pertempuran melawan pemberontak RMS ini gugurlah seorang pahlawan ketika memperebutkan benteng Nieuw Victoria, yakni Letnan Kolonel Slamet Riyadi.
Tokoh-tokoh lain dari APRIS (TNI) yang gugur adalah Letnan Kolonel S. Sudiarso dan Mayor Abdullah.
Setelah kota Ambon jatuh ke tangan pemerintah maka sisa- sisa pasukan RMS melarikan diri ke hutan-hutan dan untuk beberapa tahun lamanya melakukan pengacauan.
Untuk menumpas pemberontakan RMS, pemerintah semula mencoba menyelesaikan secara damai dengan mengirimkan suatu misi yang dipimpin oleh Dr. Leimena. Akan tetapi upaya ini tidak berhasil. Oleh karena itu pemerintah segera mengirimkan pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel AE. Kawilarang. Pada tanggal 25 September 1950 seluruh Ambon dan sekitarnya dapat dikuasai oleh pasukan pemerintah. Dalam pertempuran melawan pemberontak RMS ini gugurlah seorang pahlawan ketika memperebutkan benteng Nieuw Victoria, yakni Letnan Kolonel Slamet Riyadi.
Tokoh-tokoh lain dari APRIS (TNI) yang gugur adalah Letnan Kolonel S. Sudiarso dan Mayor Abdullah.
Setelah kota Ambon jatuh ke tangan pemerintah maka sisa- sisa pasukan RMS melarikan diri ke hutan-hutan dan untuk beberapa tahun lamanya melakukan pengacauan.
F. Pemberontakan
PRRI di Sumatera Barat
Gerakan-gerakan di daerah yang menentang
kebijakan perimbangan ekonomi pusat dan daerah muncul pertama kali di Sumatera
Barat, dengan berdirinya Dewan Banteng yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ahmad
Husein. Gerakan ini menuntut otonomi daerah kepada Pemerintah Pusat,
serta pergantian kabinet Djuanda. Menyusul Dewan Banteng, berdirilah
beberapa Dewan Militer diberbagai daerah, seperti :
1. Dewan Gajah
(Medan) : Kolonel M. Simbolon
2. Dewan Garuda
(Palembang) : Kolonel Barlian
3. Dewan Lambung Mangkurat
(Kalimantan) : Kolonel M. Basri
4. Dewan Manguni
(Menado)
: Kolonel Ventje Samuel
Letnan Kolonel Ahmad Husein bersama dengan beberapa tokoh
sipil yang lain seperti Syarif Usman, Burhanudin Harahap, dan Syafrudin Prawiranegara
bahkan mengeluarkan ultimatum kepada pemerintah pusat, bahwa dalam waktu 5 x 24
jam P.M. Djuanda menyerahkan mandatnya kepada Presiden dan presiden diminta
untuk kembali kepada kedudukan semula sebagai presiden yang konstitusional.
Menanggapi berbagai gerakan ini, KSAD segera mengeluarkan larangan bagi para
perwira untuk berpolitik dan memberikan ultimatum akan memecat siapa saja yang
terlibat gerakan politik. Karena merasa tidak diindahkan oleh pemerintah pusat,
Gerakan ini semakin mempertegas sikapnya dengan mengumumkan
berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia dibawah
pimpinan Perdana Menteri Syafrudin Prawiranegara { Siapakah
dan apakah jasa Syafrudin Prawiranegera dalam pemerintahan RI ? ]. Gerakan ini
bertujuan bukan untuk memisahkan diri dari RI tetapi gerakan yang bersifat
menggantikan pemerintahan yang sah.
Untuk menumpas gerakan ini pemerintah RI melaksanakan
beberapa operasi, yaitu :
1. Operasi
Tegas [ mengamankan Riau ] dipimpin oleh Letkol Kaharudin Nasution
2. Operasi
17 Agustus [ mengamankan Sumatera barat ], dipimpin oleh Kol. A
Yani
3. Operasi
Saptamarga [ mengamankan Sumatera Utara ] , dipimpin Brigjen Jatikusumo
4. Operasi
Sadar [ mengamankan Sumatera Selatan ] dipimpin oleh Letkol Ibnu Sutowo.
Pada tanggal 29 Mei 1961, Ahmad Husein berserta
pasukannya menyerahkan diri dan pemberontakan PRRI pun berakhir.
Piagam
Perjuangan Semesta
Gerakan
daerah yang berlatarbelakang perimbangan ekonomi pusat dan daerah akhirnya
meluas ke Sulawesi. Dewan Manguni yang dipimpin oleh Letkol Ventje Samuel
mendukung PRRI dan mengumumkan berdirinya Permesta pada tanggal 2 Maret 1957.
Gerakan ini menuntut dilaksanakannya Repelita dan pembagian pendapatan daerah
secara adil ( daerah surplus mendapat 70% dari hasil ekspor ).
Untuk
menumpas gerakan ini pemerintah melaksanakan Operasi Merdeka, yang
merupakan operasi gabungan dan dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat. Gerakan
penumpasan Permesta merupakan operasi yang sangat sulit, karena medan
pertempuran sangat cocok dengan kondisi pemberontak, serta adanya indikasi
keterlibatan pihak asing (AS), yaitu dengan tertangkapnya pilot helikopter Alan
Pope (warga negara Amerika Serikat) yang berhasil ditembak jatuh oleh pasukan
TNI. Pada pertengahan tahun 1961 sisa sisa pemberontakan Permesta menyerahkan
diri dan memenuhi seruan pemerintah untuk kembali ke tengah tengah masyarakat.
G.Terjadinya
peristiwa G 30 S / PKI
1. Perubahan Taktik PKI Setelah Kegagalan Tahun
1926 dan 1948
Peristiwa pemberontakan
partai Komunis Indonesia yang terjadi pada tahun 1926 di Jawa barat dan
Sumatera barat, serta tahun 1948 di Madiun merupakan indikasi kuat akan adanya
keinginan mendirikan negara komunis, tetapi gagal. Kegagalan ini menyebabkan
D.N. Aidit dan H.M. Lukman yang baru datang dari luar negeri pada bulan Juli
1950 menata kembali partainya. Mereka mengubah bentuk perjuangannya menjadi
MKTBP ( Metode Kombinasi Tiga Bentuk Perjuangan ), yaitu:
1.
peruangan
gerilya di desa yang teridiri dari kaum buruh tani dan tani miskin
2.
perjuangan revolusioner kaum buruh di
kota-kota, terutama kaum buruh angkutan
3.
bekerja secara intensif di kalangan musuh,
terutama di kalangan angkatan bersenjata
4.
Dalam rangka memperlancar MKTBP dibentuk Biro
Khusus yang bertugas :
5.
mengembangkan pengaruh dan ideologi PKI ke
dalam tubuh TNI guna menyusun potensi dan kekuatan bersenjata
6.
mengusahakan agar setiap anggota TNI yang
bersedia menjadi anggota dapat membina anggota TNI yang lain.
7.
mencatat anggota TNI yang telah dibina agar
sewaktu waktu dapat dimanfaatkan bagi kepentingannya.
Kondisi sosial ekonomi dan politik Indonesia
yang carut marut pada tahun 1950 an ikut menentukan perkembangan pengaruh PKI,
sehingga dapat tumbuh subur. Posisi PKI semakin mantap setelah terbukti dapat
meraih posisi 4 besar dalam Pemilu I tahun 1955. Adanya konsep NASAKOM dan
terbentuknya Kabinet Dwikora pada tanggal 27 Agustus 1964 sangat menguntungkan
PKI, karena di dalam kabinet ini terdapat orang-orang yang telah terpengaruh
ideologi PKI dan mempunyai posisi yang strategis, seperti Dr. Soebandrio
(Waperdam I) dan Dr. Chaerul saleh (Waperdam II). PKI juga berhasil
mempengaruhi Kolonel Untung Sutopo, komandan pasukan pengawal presiden dari
resimen Cakra Birawa untuk masuk dalam kelompoknya.
Kepercayaan dan kekuatan yang dimiliki PKI
tahun 1965 semakin mantap, sehingga mereka berani mengusulkan dibentuknya
Angkatan ke 5, yaitu Buruh dan Tani yang dipersenjatai. Namun usulan ini
mendapat tantangan keras dari musuh utama PKI, yaitu Angkatan Darat. Permusuhan
PKI dengan Angkatan Darat semakin meruncing, dengan muncul isu Dewan Jenderal
yang akan menggulingkan kekuasaan Presiden Soekarno. Isu ini bermula dari
ditemukannya dokumen di rumah peristirahatan Duta Besar Amerika Serikat, Bill
Palmer (Konon dokumen ini ditulis oleh Sir Andrew Gilchrist Dubes Inggris untuk
Dubes AS, sehingga dikenal dengan nama ”Dokumen Gilchrist”) yang isinya
menyebutkan adanya persekongkolan para perwira tinggi Angkatan darat yang
tergabung dalam Dewan Jenderal yang dipimpin oleh Jenderal Abdul Haris Nasution
untuk menggulingkan kekuasaan Presiden Soekarno. (catatan : sampai sekarang
kebenaran dokumen ini masih diragukan).
Munculnya isu ini menimbulkan perasaan curiga dan saling
tuduh antara PKI dengan Angkatan Darat. Situasi semakin memanas,
dan menimbulkan rencana PKI untuk menyingkirkan para perwira tinggi Angkatan
Darat yang tidak dapat dipengaruhi oleh ideologi
PKI.
2. Konfrontasi
Dengan Malaysia
Latar belakang
peristiwa :
Tahun 1961 Inggris
merencanakan untuk memberi kemerdekaan kepada Federasi Malaya, yang wilayahnya
meliputi : Semenanjung Melayu, Brunei, Singapura, Sabah dan Serawak. Rencana
ini ditentang oleh Indonesia dan Philipina. Presiden Soekarno menganggap
berdirinya Federasi Malaya sebagai bentuk dari Neo Kolonialisme Inggris yang
sangat membahayakan revolusi Indonesia yang belum selesai. Sedangkan Philipina
menentang karena wilayah Sabah dahulu merupakan wilayah kasultanan Sulu di
Philipina Selatan.
Untuk menengahi
perselisihan tiga anegara tersebut, diadakanlah Konferensi Maphilindo ( KTT
Manila) pada bulan Juli-Agustus 1963, yang menghasilkan kesepakatan ”bahwa
ketiga negara sepakat untuk meminta Sekjend PBB (U Than) menyelidiki keinginan
rakyat-rakyat di daerah yang akan menjadi anggota federasi”.
Atas kesepakatan tersebut, PBB mengirim diplomat
Michelmoore untuk melakukan penyelidikan, namun belum selesai penyelidikan
dilakukan, P.M. Tengku Abdurrahman sudah mengumumkan berdirinya Federasi Malaya
pada tanggal 16 September 1963, dengan wilayah : Semenanjung Melayu, Singapura,
Sabah dan Serawak.
Tanggal 17 September
pemerintah RI mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik
dengan Malaysia dan Inggris. Kedutaan Malaysia dan
Inggris di jakarta di demonstrasi oleh ribuan massa pada tanggal 18 September
1963.
Konfrontasi mencapai puncaknya ketika Prersiden Soekarno
mengumumkan Dwikora tanggal 3 Mei 1964 yang isinya :
1. Perhebat ketahanan revolusi Indonesia
2. Bantu perjuangan rakyat Malaya, Singapura,
Sabah, Serawak dan Brunei untuk menggagalkan negara boneka Federasi malaya
bentukan Inggris.
Untuk memperlancar
operasi, dibentuk Brigade Sukarelawan Bantuan Tempur Dwikora pimpinan Kolonel
Sobirin Mochtar. Konfrontasi ini terus berlangsung sampai dengan awal masa
orde baru.
3.
NEFO dan OLDEFO
Berawal dari KTT Non Blok 1964 di Kairo
Mesir, Presiden Saoekarno memperkenalkan konsep tentang The New Emerging Forces
(NEFO) yang anggotanya terdiri dari negara-negara berkembang dan anti
nimperialisme. Gerakan ini dimaksudkan untuk melawan kelompok yang oleh
Soekarno disebut OLDEFO (Old Establising Frorces) yaitu kelompok negara negara
imperialis pimpinan Amerika Serikat. Namun usaha ini ditentang oleh Anggota
Gerakan Non Blok. Karena kegagalan usaha ini Presiden Soekarno menjalankan
politik diplomasi dengan tujuan:
- usaha menarik negara-negara Afrika dan timur Tengah untuk mendukung rencana Indonesia mengadakan CONEFO (Konferensi Negara NEFO) dengan didahului oleh GANEFO (Games of New Emerging Forces) di Jakarta
- pembentukan poros Jakarta – Pnom Penh – Peking – Pyong Yang sebagai poros anti imperialis dan kolonialis
Politik Indonesia ini semakin
membuat Indonesia terkucil dari pergaulan internasional.
4.
Keluar dari PBB (7 januari 1965)
Alasan Indonesia keluar dari PBB pada tanggal
7 Januari 1965 adalah :
- kegagalan dalam menghadapi terbentuknya federasi sehingga Indonesia menjalankan politik konfrontasi
- kegagalan menentang masuknya Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB
E. Peristiwa
G 30 S/ PKI dan cara penanggulangannya
Pada
tanggal 4 Agustus 1965 kondisi Presiden Soekarno sangat mengkhawatirkan., pada
saat itu beliau sakit muntah muntah dan pingsan, dan menurut team dokter dari
Cina yang memeriksanya terdapat dua kemungkinan dengan kondisi presiden, yaitu
meninggal atau lumpuh. Diagnosa team dokter dari Cina ini membuat para pimpinan
PKI segera mnengambil sikap untuk secepatnya melakukan gerakan sebelum akhirnya
presiden meninggal.
Dimulai dari desa Lubang
Buaya, pada tanggal 1 Oktober 1965 pukul 03.00 WIB dini hari mereka melakukan
Gerakan penculikan terhadap para perwira tinggi Angkatan Darat, yaitu :
1.
Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal Abdul
Haris Nasution
2.
Menteri Panglima Angkatan Darat
(MenPangad), Letnan Jenderal Ahmad yani
3.
Deputi II Panglima Angkatan Darat, Mayor
Jenderal Soeprapto
4.
Deputi III Panglima Angkatan Darat, Mayor
jenderal Haryono Mas Tirtodarmo
5.
Asisten I Panglima Angkatan Darat, Mayor
Jenderal Soewondo Parman
6.
Asisten IV Panglima Angkatan Darat,
Brigadir Jenderal Donald Icasus Panjaitan
7. Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal
Angkatan darat, Mayor Jenderal Sutoyo Siswomihardjo
Dalam peristiwa penculikan, dari ketujuh
Perwira Tinggi Angkatan Darat tersebut mengalami nasib yang tidak sama :
1. Jenderal
Abdul Haris Nasution berhasil lolos dari penculikan dengan meloncat pagar rumah
Wakil Perdana Menteri III Dr. J. Leimena. Tetapi puterinya yang berusia 5 tahun
terpaksa menjadi korban keganasan G 30 S / PKI : Ade Irma Suryani Nasution
terkena peluru yang ditembakkan oleh PKI. Beliau kemudian bersembunyi di tempat
yang dirahasiakan, dengan kondisi kedua kaki terluka.
2. Letnan
Jenderal Ahmad Yani dan Brigadir Jenderal D.I. Panjaitan dibawa dalam kondisi
meninggal setelah di tembak di rumah beliau masing-masing.
3. Haryono
M.T., Sutoyo Siswomihardjo, S. Parman dan Soeprapto di bawa dalam keadaan hidup
ke desa Lubang Buaya.
4. Selain
para perwira tinggi tersebut dan Ade irma Suryani, terdapat korban lain
keganasan gerombolan ini, yaitu :
a. Brigadir Polisi Karel Sasuit
Tubun (ajudan Waperdam III Dr. J. Leimena) yang tertembak mati, pada saat
gerombolan salah sasaran masuk ke rumah Dr. J. Leimena, yang di kira rumah A.H.
Nasution.
b. Letnan
Satu Pierre Tendean (ajudan Jenderal AH Nasution) yang ditangkap hidup - hidup
karena dikira dia lah Nasution.
c. Polisi
Sukitman yang tertangkap secara tidak sengaja pada saat meronda di sekitar
Lubang Buaya. Tetapi berhasil lolos
dari maut.
|
Gambar : Korban keganasan G 30 S / PKI di jakarta
Sumber : 30 Tahun Indonesia Merdeka
Sementara itu pada tanggal
1 Okto0ber 1965 sore hari terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap Komandan
Korem O72, Kolonel Katamso dan Wakilnya Letnan Kolonel Sugiono.
Pada
tanggal 1 Oktober 1965, Mayor Jenderal Soeharto (Pangkostrad) mengambil alih
pimpinan Angkatan Darat, karena nasib para pemimpin Angkatan Darat belum
diketahui. Pada hari itu juga Mayjend. Soeharto menunjuk Kolonel Sarwo Edhie
Wibowo (komandan RPKAD) sebagai Komandan penumpasan Gerakan 30 September di
Jakarta, sedangkan di Jawa Tengah penumpasan di pimpin oleh Pangdam VII
Diponegoro Brigjend. Suryo Sumpeno. Sebagai komandan pasukan penumpasan G 30 S,
tugas pertama Kolonel Sarwo Edhie Wibowo adalah merebut kembali RRI Stasiun
Pusat Jakarta yang telah berhasil dikuasai gerombolan.
Tanggal 2 Oktober 1965
pasukan Kol. Sarwo Edhie melakukan penyisiran di sekitar Lapangan terbang Halim
Perdana Kusuma, karena dari daerah inilah (Lubang Buaya) pada tanggal 1 Oktober
terdengar suara suara gaduh dan tembakan. Kedatangan pasukan ini membuat
gerombolan yang masih berada di Lubang Buaya kalang kabut dan melarikan diri,
meninggalkan Brigadir Polisi Sukitman yang masih terikat di pohon.
Berdasarkan petunjuk
Brigadir Polisi Sukitman yang berhasil lolos dari sekapan gerombolan, jenazah
para perwira AD dapat ditemukan pada tanggal 3 Okrtober 1965 dan dimakamkan di
TMP Kalibata pada tanggal 5 Oktober 1965. Pada tanggal ini juga Ade Irma
Suryani Nasution meninggal di rumah sakit setelah koma sejak tanggal 1 Oktober
1965..
Operasi penumpasan G 30 S berlangsung
diberbagai daerah. Selain di jakarta dan Jawa Tengah, operasi penumpasan juga
dikembangkan untuk memburu para gembong penculikan sampai daerah Blitar
Selatan. Operasi Militer di Blitar Selatan diberi nama Operasi trisula,
sedangkan diperbatasan Jawa Tengah dengan Jawa Timur diberi nama Operasi Kikis.
Operasi-operasi tersebut berhasil menangkap dan menembak tokoh-tokoh G 30 S /
PKI. Dalang utama G 30 S / PKI, D.N., Aidit tertembak mati pada tanggal 24
Nopember 1965.
Tanggal 1
Desember 1965 dibentuk Komando Merapi yang dipimpin oleh Kolonel Sarwo Edhie
Wibowo untuk memburu gembong pemberontak yang lari ke Jawa Tengah. Dalam
operasi ini berhasil ditembak mati gembong-gembong pemberontak, seperti : Kol.
Sahirman, Kol. Maryono, Letkol Usman, Mayor Samadi, Mayor RW Sakirno dan Kapten
Sukarno.Sedangkan tokoh-tokoh yang tertangkap hidup-hidup seperti Letkol Untung
Sutopo, diadili dalam Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) pada tanggal 14
Pebruari 1966.
SELAMAT BELAJAR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar